Senin, 13 Agustus 2012

Strategi Menghadapi Perang Talenta


Oleh Firdanianty
Sebuah tulisan di Harian Kompas (Selasa, 1/11/2011) mengungkapkan fakta bahwa perang talenta masih terus terjadi. Dalam tulisan berjudul “Menyimak Kasus Trimegah Securities” itu, diberitakan bahwa PT Trimegah Securities, perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan, investasi, dan perdagangan saham, melakukan protes keras kepada UOB Kay Hian Securities. Trimegah telah kehilangan sekitar 25 persen karyawannya sejak Juni 2011. Para karyawan itu pindah bersamaan dalam waktu kurang dari empat bulan ke UOB Kay Hian Securities.

Manajemen Trimegah menilai tindakan itu sebagai perekrutan oleh pihak UOB Kay Hian yang tidak beretika. Bahkan dalam nota protesnya yang ditampilkan di Kompas.com, 26 Oktober 2011, Trimegah menyebut tindakan itu sebagai aksi predatory recruitment.
Trimegah hanya satu di antara puluhan bahkan ratusan perusahaan yang merasa kesal karena karyawan terbaiknya dibajak oleh perusahaan lain. Ketika industri telekomunikasi booming pada awal 2000, PT Excelcomindo Axiata (Excel) pernah mengalami kejadian serupa. Puluhan karyawan Excel dibajak oleh perusahaan telekomunikasi lain yang baru saja beroperasi.
Tren bajak-membajak sumber daya manusia (SDM) di lingkungan perbankan juga marak dilakukan sejak 2003. Ketika Bank Danamon hendak membesarkan Danamon Simpan Pinjam (DSP) pada tahun 2003, banyak SDM BNI yang pindah ke sana. Ironisnya, tahun 2008 Bank Danamon yang gantian kehilangan puluhan karyawannya karena secara borongan pindah ke Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang saat itu berekspansi meluaskan bisnis ke sektor UKM.
Berbagai kasus tersebut memberikan gambaran betapa tidak mudahnya mendapatkan dan mempertahankan SDM terbaik. Di satu sisi, ada perusahaan yang telah bersusah payah mendidik SDM-nya dengan mengalokasikan waktu dan dana yang besar untuk pelatihan dan pengembangan, tetapi harus kehilangan orang-orang terbaiknya karena pindah ke perusahaan lain.
Di sisi lain, ada perusahaan yang sedang berekspansi dan membutuhkan karyawan yang sudah matang dalam jumlah banyak. Perusahaan-perusahaan ini tidak mau menunggu lama karena ingin mengejar para pesaing. Karena itu, mereka berani membayar mahal untuk dapat mengakuisisi SDM terbaik dari berbagai perusahaan agar mau bergabung di tempatnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan harus memikirkan cara agar dapat mempertahankan SDM terbaiknya, atau kalaupun kehilangan SDM terbaik tidak sampai mengganggu kelancaran usaha. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menerapkan manajemen talenta.
Apa itu Manajemen Talenta?
                Pella dan Inayati dalam bukunya Talent Management (2011) mengartikan manajemen talenta sebagai suatu proses untuk memastikan kemampuan perusahaan mengisi posisi kunci pemimpin masa depan (future leader) dan posisi yang mendukung kompetensi inti perusahaan (unique skill and high strategic value). Penerapan manajemen talenta ditujukan untuk mengelola aliran talenta di suatu organisasi dan memastikan tersedianya pasokan talenta yang selaras dengan kebutuhan organisasi. Melalui manajemen talenta, organisasi diharapkan mampu menyelaraskan orang yang tepat dengan pekerjaan yang tepat pada waktu yang juga tepat, berdasarkan tujuan strategis, prioritas kegiatan organisasi atau bisnis perusahaan.
                Di dalam penerapannya, perusahaan mengembangkan rencana dan proses pengembangan talenta melalui 6 cara, yaitu:
1.   Menarik dan merekrut kandidat yang memenuhi syarat dengan latar belakang yang kompetitif.
2. Memperbesar peluang pelatihan dan pengembangan.
3.  Mengelola proses manajemen kinerja.
4.  Mengelola program retensi.
5. Mengelola program promosi dan transisi.
6.  Mengelola dan menentukan gaji yang kompetitif.
Karyawan yang berkualifikasi dan berketerampilan tertinggi dipilih dan dimasukkan ke dalam suatu program pusat pengembangan talenta (talent pool). Program pusat pengembangan talenta bertujuan memastikan karyawan potensial tersebut diberikan berbagai perlakuan, seperti pendidikan, pelatihan, eksposur pengalaman kerja, penugasan, dan pemberdayaan. Melalui program tersebut kompetensi karyawan yang bersangkutan dioptimumkan, sehingga dapat berkontribusi maksimum kepada organisasi dan pada saat yang sama mencapai tujuan-tujuan pribadinya.
Belajar pada Astra
PT Astra International Tbk. adalah salah satu perusahaan yang telah berpengalaman mencetak SDM terbaik untuk kebutuhan organisasi. Dalam mempersiapkan pemimpin di setiap jenjang, Astra dihadapkan pada dua pilihan, yaitu strategi “make” atau “buy”. Strategi “make” menitikberatkan pada pengembangan potensi yang ada di dalam perusahaan. Sedangkan strategi “buy” titik beratnya adalah mendapatkan kandidat dari luar organisasi.
Astra memilih yang pertama (strategi “make”), di mana promosi dan suksesi kepemimpinan dilakukan dari dalam perusahaan sendiri. Astra sangat menekankan penanaman nilai-nilai perusahaan sehingga pilihan strategi “make” merupakan cara yang paling tepat untuk memastikan bahwa nilai-nilai perusahaan telah tertanam dengan baik dan menjadi karakter dari setiap jajaran manajemen. Berkaitan dengan pilihan strategi ini, maka pengembangan menjadi kata kunci.
                Pilihan pengembangan talenta mengharuskan Astra melakukan pemilihan kandidat terbaik dari puluhan ribu calon karyawan yang tercetak setiap tahun. Untuk mencapai tujuan itu, Astra Group melakukan upaya jemput bola dengan merekrut langsung kandidat dari berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Untuk melakukan seleksi ke jenjang yang lebih tinggi, rotasi dan promosi dilakukan berdasarkan pemetaan atas potensi dan kinerja yang sudah terlebih dahulu dilakukan. Dalam hal ini, Astra menggunakan Human Asset Value (HAV) untuk memetakan karyawan sesuai dengan potensi dan kinerjanya, yang terbagi ke dalam 9 kuadran.
                Karyawan yang masuk dalam kategori “Stars” adalah mereka yang memiliki potensi tinggi dan kinerja yang jauh di atas rata-rata. Jika kinerjanya tinggi tetapi potensinya rendah, maka dikategorikan sebagai “Career person”. Sedangkan “Future Star” adalah mereka yang memiliki parameter terbaik dari salah satu parameter penilaian, yaitu kinerja atau potensinya. Pemetaan ini akan menjadi dasar dalam penentuan peringkat apakah seorang karyawan dapat dipromosikan atau tidak.
                Tahap awal untuk memilih talenta adalah dengan menentukan kompetensi kepemimpinan yang diinginkan. Kompetensi kepemimpinan ini sangat ditekankan karena perusahaan membutuhkan para pemimpin yang memiliki nilai-nilai dan budaya yang selaras dengan nilai-nilai dan budaya Astra. Manajemen Astra percaya bahwa perusahaan yang memiliki nilai-nilai yang sama akan membuat perusahaan terus tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang.
Karyawan yang telah diidentifikasi sebagai talenta, dipikirkan untuk dijaga agar orang tersebut tidak keluar dari Astra. Berbagai program pengembangan dan retention dipersiapkan. Dalam mengelola talenta, diperlukan ukuran kinerja yang jelas. Seorang talenta harus mempunyai potensi dan prestasi yang baik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menahan karyawan yang bertalenta agar tidak keluar dari perusahaan. Program-programnya tidak selalu berkaitan langsung dengan uang. Dalam program remunerasi, misalnya, Astra membedakan sang juara dengan orang-orang yang tidak juara. Karyawan yang berprestasi (juara) akan mendapatkan piala, sedangkan yang tidak juara tidak mendapatkan apa-apa.
Perbedaan lainnya adalah, kesempatan untuk pengembangan diri, promosi, dan rotasi. Hal itu selain untuk memberi sinyal, juga dilakukan dalam rangka menjaga motivasi dan ekspektasi para talenta.
Program pengembangan juga dikaitkan dengan program retensi. Astra mengirim para calon pemimpin untuk mengikuti program pengembangan dan pelatihan di luar negeri. Setiap tahun Astra memilih karyawan yang tergolong terbaik untuk dikirim ke luar negeri, baik melakukan benchmarking maupun mengambil kursus singkat dari sekolah bisnis terkenal di luar negeri seperti Harvard Business School, INSEAD, atau Stanford University, sesuai dengan kebutuhan dan tingkatan jenjang kepangkatannya. Pelatihan yang diikuti ini selain harus tepat sasaran, juga diselaraskan dengan tujuan organisasi dan aspirasi talenta.
Efektivitas manajemen SDM yang tecermin dari Human Capital Index bila dikaitkan dengan aspek kualitas hubungan organisasi dengan karyawan, berpengaruh positif terhadap tingkat keterikatan karyawan (employee engagement). Dr. Barbara Griffin dari University of Western Sydney, Australia, melakukan survei Best Employer untuk Hewitt Associate, Juli 2007. Griffin mengatakan bahwa keterikatan karyawan yang buruk berpengaruh terhadap produktivitas dan kepuasan pelanggan, di samping meningkatkan turnover (Permana, 2010). Sebaliknya, keterikatan karyawan yang tinggi pada perusahaan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan kepuasan karyawan, yang berujung pada kepuasan pelanggan.
Berbagai hasil penelitian dengan jelas menunjukkan bahwa mengadopsi dan berinvestasi dalam praktik terbaik manajemen talenta akan menghasilkan perbaikan dalam berbagai aspek. Orang-orang terbaik di perusahaan terbukti berperan besar dalam meningkatkan pendapatan, kualitas, produktivitas, serta kepuasan pelanggan, dan di sisi lain dapat mengurangi biaya dan waktu proses. Pada akhirnya, semua itu akan dapat meningkatkan imbal balik investasi kepada pemegang saham.
(Bogor, Kamis, 1 Desember 2011) 




0 komentar:

Posting Komentar