Senin, 25 Juni 2012

Sosok Di Balik Taman Sota (4)

Tak jauh dari Tugu Sabang-Merauke, berdiri tugu lain yang menjadi tanda batas antara Indonesia dan Papua New Guinea. Kawasan ini dinamakan Tugu Perbatasan Sota. Tugu setinggi kira-kira 1,6 meter ini diresmikan pada November 1983. Lokasi yang memiliki luas tiga hektar ini dihiasi dengan sebuah taman kecil. Para pengunjung – termasuk saya dan teman saya, Anung, – tak lupa menyisihkan waktu di taman ini untuk sekadar foto-foto. Tanda syukur bahwa kami telah sampai di ujung timur Indonesia.


Di taman Sota ini juga dibangun tiga honay (rumah khas penduduk asli Papua), kamar kecil, sumur, dan dipercantik dengan tanaman-tanaman khas Papua di sekitarnya. Adalah Aiptu Ma’ruf Suroto, Wakapolsek Sota, yang terpanggil untuk mengurus taman ini secara sukarela di luar jam dinasnya. Ketika mengunjungi tempat ini, Aiptu Ma’ruf juga meluangkan waktunya untuk menemani kami menikmati hasil karyanya sambil berbincang-bincang.

“Saya coba mengembangkan lahan ini untuk menjadi taman sekaligus tempat wisata,” tutur lelaki kelahiran Nabire, 6 Juni 1967 ini. Dilihat dari logat bicaranya, kami menduga Aiptu Ma’ruf berasal dari suku Jawa. Benar saja, ketika ditanya asal-usulnya, Aiptu Ma’ruf mengaku ayahnya berasal dari Magelang. Tahun 1962 sang ayah bersama istri dan kakak Ma’ruf yang masih kecil berangkat ke Nabire untuk mengikuti program transmigrasi sukarela.

Di mata kami, Aiptu Ma’ruf adalah sosok pemimpin yang bekerja tanpa pamrih. Ayah satu putra dan satu putri yang belum pernah sekalipun menjejakkan kakinya di Tanah Jawa – tanah leluhurnya – itu tak pernah berharap apapun atas hasil jerih payahnya. “Saya hobi bercocok tanaman. Sepulang kerja sekitar jam 3 sore saya selalu menyempatkan diri ke taman ini untuk menanam bunga atau sekadar membersihkan rumput. Di sini ilalangnya cepat tinggi. Jadi harus dibersihkan tiap hari,” katanya menjelaskan.

Dedikasinya dalam menjaga dan merawat Taman Sota, sejauh ini belum pernah mendapat penghargaan baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Kendati demikian, ia tak berkecil hati. Ia bercita-cita menjadikan Taman Sota sebagai objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. “Sejauh ini sudah banyak pejabat dari daerah maupun Jakarta yang datang ke tempat ini. Nama dan alamat mereka tertulis di buku ini,” tuturnya seraya memperlihatkan sebuah buku berukuran folio yang berisi nama-nama pengunjung. “Tidak kurang dari 300 orang datang ke sini setiap tahun,” ia menambahkan. Semoga dedikasi Aiptu Ma’ruf merupakan wujud kecintaannya pada negeri ini. □

0 komentar:

Posting Komentar